KBRN, Surabaya : Pemerintah mewajibkan pembeli liquefied petroleum gas (LPG) 3 kilogram atau gas melon untuk terdaftar di pangkalan resmi per 1 Juni 2024. Jika belum terdaftar, pembeli harus membawa Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk didaftarkan. Namun, langkah ini dinilai tidak efektif oleh pengamat ekonomi.
Pengamat Ekonomi Universitas Airlangga, Rumayya Batubara, menyatakan bahwa penggunaan KTP untuk pembelian LPG 3 kg tidak efektif. “KTP tidak dapat menunjukkan siapa yang berhak menerima subsidi,” kata Rumayya , Selasa (3/6/2024).
Rumayya menyarankan agar pemerintah menggunakan data dari Kementerian Sosial (Kemensos) yang sudah ada. “Data by name by address yang digunakan untuk menyalurkan Bantuan Sosial (Bansos) lebih efektif dan tidak memerlukan pendataan ulang,”ucapnya.
Menurutnya, kebijakan ini hanya akan mempersulit proses di pangkalan resmi, sementara pembelian di warung pengecer masih dapat dilakukan tanpa KTP, sehingga subsidi tetap bersifat terbuka. “Artinya, siapa saja masih bisa mengakses LPG subsidi,”ujarnya.
Rumayya juga menilai aturan ini tidak akan mengurangi besaran subsidi energi LPG 3 kg karena potensi salah sasaran masih tinggi. “Keberadaan LPG 3 kg yang portable membuatnya efisien bagi pedagang kecil, sehingga sulit untuk menekan angka ketidaktepatan sasaran,” katanya.
Dia juga menyoroti potensi kecurangan baru akibat kebijakan ini, seperti pengurangan isi gas atau pemindahan gas ke tabung yang lebih besar. “Ini semua terjadi karena kemudahan penggunaan dan mobilitas LPG 3 kg,” ucap Rumayya.
Sebagai solusi, Rumayya mengusulkan agar subsidi diberikan dalam bentuk tunai atau bantuan langsung tunai (BLT). “Subsidi paling tepat bagi masyarakat adalah dalam bentuk tunai. LPG 3 kg cukup dijual dengan harga pasar tanpa subsidi, sehingga subsidi dapat dikurangi secara bertahap,” katanya mengakhiri.